Bukan Tornado, Ahli Ungkap Penyebab Puting Beliung di Rancaekek

bukan-tornado,-ahli-ungkap-penyebab-puting-beliung-di-rancaekek
Bukan Tornado, Ahli Ungkap Penyebab Puting Beliung di Rancaekek
Share

Share This Post

or copy the link

23 Februari 2024 21.00 WIB • 2 menit

Bukan Tornado, Ahli Ungkap Penyebab Puting Beliung di Rancaekek

info gambar utama

Angin puting beliung disertai hujan melanda Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (21/2/2024). Fenomena ekstrem ini terjadi sekitar pukul 15.30—16.00 WIB dan menimbulkan dampak hingga ke wilayah Jatinangor, Kabupaten Sumedang.

Meski hanya berlangsung 30 menit, bencana ini mengakibatkan 497 rumah rusak ringan hingga berat dan 1.308 jiwa ikut terdampak, puluhan di antaranya mengalami luka-luka, berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumedang.

Lantas, bagaimana puting beliung bisa berpusing di Rancaekek?

Beda Angin Puting Beliung dan Water Spout yang Terjadi di Wonogiri

Bukan tornado

Banyak media telanjur menyebut dalam laporan mereka bahwa fenomena yang terjadi di Rancaekek sebagai tornado. Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan angin kencang itu bukanlah tornado, melainkan puting beliung.

Puting beliung dan tornado memang memiliki kemiripan visual, seperti pusaran angin kuat, berbahaya, berpotensi merusak. Akan tetapi, tornado itu kecepatannya lebih dahsyat, bisa sampai ratusan km/jam dengan dimensi hingga puluhan kilometer dan menimbulkan kerusakan luar biasa. Istilah ini biasa dipakai di wilayah Amerika.

Sementara itu, Indonesia mengenal istilah ‘puting beliung’ dengan karakteristik kecepatan angin dan dampak yang tidak sekuat tornado besar.

“Kami mengimbau bagi siapapun yang berkepentingan, untuk tidak menggunakan istilah yang dapat menimbulkan kehebohan di masyarakat, cukuplah dengan menggunakan istilah yang sudah familiar di masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat dapat memahaminya dengan lebih mudah,” tulis BMKG.

Angin Muson dan Pengaruhnya bagi Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Penyebab putting beliung di Rancaekek

Menurut Didi Satiadi, Peneliti Senior Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, analisis awal menunjukkan bahwa puting beliung di Rancaekek kemungkinan terjadi akibat konvergensi angin dan uap air di daratan sekitar pada sore hari. Itulah yang menyebabkan pertumbuhan awan kumulonimbus sangat cepat dan meluas. Proses pembentukan awan membebaskan panas laten yang kemudian meningkatkan updraft atau aliran udara ke atas.

Updraft yang semakin kuat bisa menumbuhkan lebih banyak awan. Siklus umpan balik positif ini menyebabkan updraft menjadi semakin kuat dan dapat berputar karena ada windshear atau perbedaan arah dan kecepatan angin.

”Kolom udara yang berputar semakin kuat dapat mencapai permukaan tanah dan menghasilkan puting beliung,” ungkap Didi.

Rancaekek berubah jadi kawasan industri

Profesor Riset Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Eddy Hermawan, mengatakan bahwa Rancaekek terletak nyaris di tengah Pulau Jawa bagian Barat. Kecamatan ini dahulu tergolong kawasan hijau karena banyak pepohonan. Namun, sekarang Rancaekek telah beralih menjadi kawasan industri.

“Kawasan seperti ini biasanya rawan diterjang pusaran angin. Dengan kata lain, terjadi perubahan tata guna lahan yang semula hutan jati, kini berubah menjadi hutan beton,” ucap Eddy.

Kata dia, industri banyak menghasilkan gas emisi yang tidak bisa leluasa kembali ke atmosfer dan mengakibatkan efek rumah kaca. Di samping itu, Lama Penyinaran Matahari (LPM) yang lebih dari 12,1 jam, menjadikan kawasan ini sangat panas pada siang hari dan relatif dingin saat malam hari.

Pusat Energi Angin di Ujung Timur Jawa

Perubahan tekanan

Eddy bilang, perbedaan suhu antara malam dan siang sangat besar. Itulah yang menyebabkan Rancaekek sekarang berubah menjadi kawasan bertekanan rendah. Kondisi tersebut dimulai sejak 19 Februari 2024 dan saat itu, kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke Rancaekek.

Proses ini berlangsung sekitar 24—48 jam. Mula-mula terjadi pembentukan bayi awan kumulus yang dikenal sebagai Pre-MCS, perlahan-lahan membesar, lalu menciptakan kumpulan awan kumulonimbus, sampai akhirnya membentuk pusaran besar yang dikenal sebagai puting beliung.

“Walaupun mekanisme agak kompleks untuk dijelaskan secara rinci, namun dugaan kuat pusaran ini terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air dari arah barat dan timur, lalu diperkuat dari arah selatan Samudra Indonesia. Ketiganya berkumpul di satu kawasan yang memang telah mengalami degradasi panas yang cukup tajam,” tandas Eddy.

Mengenal Fenomena Likuifaksi yang Terjadi Pada Gempa di Palu

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Bukan Tornado, Ahli Ungkap Penyebab Puting Beliung di Rancaekek

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Login

To enjoy KOMBI.ID privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us