Puncak Pemilu 2024 telah usai. Kini, masyakarakat diimbau untuk move on dan tak lagi ribut-ribut soal pesta demokrasi.
Imbauan itu menjadi penting mengingat pemilu ternyata berpengaruh terhadap kesehatan jiwa masyarakat. Dengan berbagai dinamikanya, pemilu dapat memicu kecemasan dan depresi.
Adanya kaitan antara pemilu dengan kesehatan jiwa terungkap lewat penelitian bertajuk Studi Kesehatan Jiwa dan Pemilu 2024. Penelitian itu dilakukan oleh tim dari Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa terhadap 1077 orang yang memberikan hak suaranya di Pemilu 2024.
Dalam penelitian tersebut, responden yang dilibatkan berasal dari 29 provinsi di Indonesia plus luar negeri. Sebanyak 77 persen responden merupakan perempuan, dan 71 persen berusia di bawah 40 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di tengah masyarakat, prevalensi atau tingkat penyebaran kecemasan (anxiety) sedang-berat setelah Pemilu 2024 mencapai 16 persen. Di sisi lain, tingkat depresi mencapai 17,1 persen.
Lantas, bagaimana bisa pemilu membuat seseorang jadi lebih rentan terhadap kecemasan dan depresi? Jawabannya adalah rangkaian agenda pemilu menciptakan konflik diri, konflik eksternal, serta tekanan dalam menentukan pilihan politik.
Konflik diri yang dimaksud utamanya adalah terkait tentang bagaimana seseorang membuat keputusan memilik, lalu konflik eksternalnya adalah tentang perbedaan pilihan politik. Sementara itu, tekanannya muncul dalam berbagai bentuk mulai dari ajakan, paksaan, hingga kiriman konten media sosial, terutama yang datang dari keluarga sendiri.
Dari temuan yang ada, peneliti menyatakan bahwa “Pemilu 2024 meningkatkan risiko mengalami kecemasan antara 1,6 hingga 2,7 kali serta 3 kali lebih besar berisiko mengalami depresi sedang-berat.”
“Kecemasan dan depresi ini adalah indikator awal gangguan kesehatan jiwa,” ujar Inisiator Kaukus dan Peneliti Utama Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK dalam paparannya di Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Menggugah Kesadaran Pentingnya Kesehatan Mental di Kalangan Remaja
Saatnya Move On
Dampak pemilu terhadap kesehatan jiwa terbukti tak main-main. Oleh karena itu peneliti mengajak masyarakat untuk move on dari pesta demokrasi lima tahunan ini demi kesehatan jiwa tetap terjaga.
“Sudah selesai pemilu ini. Apapun hasilnya, kita harus sudah mulai berhenti membawa isu itu berlarut-larut,” kata Ray.
Meski puncak pemilu sudah terjadi pada 14 Februari 2024, tak bisa dipungkiri hasil pemungutan suara tetap ramai diperbincangkan. Ray pun punya saran tentang bagaimana hasil pemilu tersebut semestinya ditanggapi.
“Apapun hasilnya, saatnya kembali ke dunia nyata,” pungkasnya.
Bagaimana Kesehatan Mental pada Generasi Z?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan A Reza lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel A Reza.