Meskipun telah berlangsung selama berabad-abad penelitian yang mendalam tentang taksonomi, hanya sedikit dari kira-kira dua juta spesies hewan, tumbuhan, dan mikroba yang telah terungkap oleh para ilmuwan. Tetapi bayangkan, masih ada lebih dari 30 juta spesies yang masih menantikan untuk diungkapkan oleh dunia ilmiah.
Sejak tahun 2020 hingga awal 2024, hampir 700 spesies satwa liar baru telah berhasil diidentifikasi di kawasan Asia Tenggara. Informasi yang disajikan oleh ASEAN Center for Biodiversity (ACB) mengungkapkan bahwa dari jumlah tersebut, terdapat 28 spesies herpetofauna yang mencakup ular, kadal, dan katak, serta 348 spesies serangga, termasuk 16 jenis kupu-kupu, 322 kumbang, dan 10 semut.
ACB merupakan badan antarpemerintah yang bertujuan untuk mendorong pelestarian dan pemanfaatan biologis secara berkelanjutan.
Dalam pernyataannya yang dirilis pada Hari Satwa Liar Sedunia (3 Maret), ACB mengungkapkan bahwa sejak tahun 2023 hingga awal tahun ini, terus terjadi peningkatan signifikan dalam penemuan spesies baru. Hal ini mendorong semangat untuk terus berinovasi dan memanfaatkan teknologi secara optimal dalam proses identifikasi, pemantauan, dan perlindungan satwa liar.
Temuan-temuan menarik ini tersebar di seluruh wilayah ASEAN. Salah satunya adalah penemuan spesies anggrek helm pertama, Corybas hamiguitanensis, yang ditemukan di Taman Margasatwa Pegunungan Hamiguitan, sebuah Situs Warisan ASEAN dan juga Situs Warisan Dunia UNESCO di Davao Oriental, Filipina. Di samping itu, ada juga penemuan spesies palem kecil (Pinanga subterranea) yang tumbuh di lantai hutan di berbagai wilayah Borneo dan Thailand, serta banyak temuan menarik lainnya yang belum terungkap.
Di antara spesies fauna baru yang baru-baru ini ditemukan, termasuklah Hipposideros kingstonae, sejenis kelelawar berdaun bulat yang berhasil diidentifikasi di Thailand Semenanjung dan Malaysia. Selain itu, ditemukan juga spesies tarantula biru listrik yang baru (Chilobrachys natanicharum) di kawasan mangrove Thailand, serta spesies “semi-siput” baru (Microparmarion sallehi) yang ditemukan di hutan hujan dataran rendah di utara Borneo. Tidak ketinggalan, ular air (Hypsiscopus indonesiensis) yang disebut-sebut sebagai “ular air ekor pipih” berhasil diidentifikasi di Indonesia, bersama dengan sejumlah penemuan menarik lainnya yang belum terungkap.
ACB menyoroti bahwa proses terus-menerus dalam menemukan, mengidentifikasi, dan mendokumentasikan spesies baru tidak hanya akan memperkaya pengetahuan masyarakat tentang kehidupan alam, tetapi juga memiliki potensi untuk menghasilkan kemajuan signifikan dalam bidang kedokteran. Selain itu, hal ini juga dapat mendukung peningkatan keamanan pangan, mengurangi tingkat kemiskinan, serta memperkuat ketahanan terhadap perubahan iklim.
Penemuan-penemuan ini juga menggarisbawahi kekayaan keanekaragaman hayati Bumi serta kebutuhan mendesak akan upaya penelitian dan konservasi yang terus-menerus. Penemuan ini memperkuat panggilan untuk kerjasama global serta dukungan dalam kebijakan, pendanaan, dan kesadaran publik untuk memastikan bahwa spesies-spesies baru yang ditemukan, beserta ekosistem tempat mereka hidup, tetap terjaga untuk generasi yang akan datang.
Artikel selengkapnya: https://seasia.co/2024/03/05/a-jungle-of-discovery-almost-700-species-found-in-southeast-asia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News