#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung
Ingatan ku kembali melayang ke semester 6, tepatnya bulan maret 2023 yang lalu, ketika melihat mata kuliah Komunikasi Budaya, yang terbayang dibenak ku, hanya pengalaman monoton yang dialami pada mata kuliah yang hampir mirip namanya yakni Komunikasi Publik, mata kuliah yang tidak asyik sama sekali. Mata kuliah komunikasi publik, prakteknya hanya berkunjung ke salah satu media yang cukup ternama di Kota Makassar, kemudian mendengar ceramah dari pihak redaksi di media itu, sangatlah membosankan.
Kuliah pada pertemuan awal yang diisi kontrak kuliah, dengan memaparkan hak dan kewajiban dosen dengan mahasiswa, serta rencana perkuliahan selama satu semester. Adapula pembagian materi yang dibagi oleh dosen pengampu mata kuliah, yang berkaitan dengan komunikasi dan budaya masyarakat.
Materi-materi yang dibagikan diantaranya, Praktik Mengajar, Pasar Tradisional, Pasar Modern, Permainan Tradisional, Alat-alat tradisional, dan Kunjungan Klenteng. Mata ku langsung tertuju pada materi kelompok yang mempraktekkan permainan tradisional, sekumpulan bayangan masa kecil yang Indah memenuhi benakku. Tawar menawar terjadi dalam pertemuan pertama ini, walau cukup alot kata sepakat akhirnya tercipta antara Dosen dengan Mahasiswa.
Pekan selanjutnya Dosen masuk dikelas, untuk menjelaskan teori-teori yang akan memandu dalam praktek lapangan yang akan dilaksanakan. Cukup beruntung mendapatkan dosen pengampu mata kuliah yang masih muda, orangnya santai tapi tegas. Metode mengajarnya cukup mengasyikkan tanya jawab diterapkan, ada hukuman serta hadiah menanti jika tidak mampu menjawab pertanyaannya.
Selama tiga pertemuan Dosen pengampu, memaparkan teori-teori, serta arahan-arahan yang akan dilaksanakan di lapangan. Pertemuan ketiga pula pembagian kelompok dilaksanakan dengan cara memilih sendiri, aku yang antusias dengan praktek permainan tradisional, langsung menjatuhkan pilihan pada kelompok 4.
Pada pekan pertama praktek kelompok 1 melakukan praktek mengajar, dan pada jadwal perkuliahan komunikasi budaya akan dilakukan seminar mengenai laporan setelah mengajar. Ternyata diluar dugaan Dosen pengampu sangat ketat dalam penulisan dalam hal ini penulisan karya tulis ilmiah. Dosen mengatakan bahwasanya ini merupakan bentuk pembelajaran ketika akan menyusun tugas akhir yang bersandar pada pedoman karya tulis ilmiah yang ada di kampus. Pengalaman yang unik, margin harus disesuaikan, jarak antara paragraf diperhatikan, dan semua hal-hal yang cukup membingungkan. Namun, sangat menolong daripada harus memahami sendiri karya tulis ilmiah yang diterbitkan kampus.
Kelompok 2 dan 3 digabung dalam melakukan pelaporan prakteknya karena kemiripannya yakni pasar tradisional dan modern, sama-sama praktek di pasar, hal ini juga dilakukan untuk membandingkan perilaku penjual dan pembeli yang ada kedua pasar. Kedua kelompok ini menjelma jurnalis ketika prakteknya walaupun jurusan yang kami ambil itu jurnalistik, tapi akan membantu ketika melakukan penelitian lapangan, begitulah jurusan sejarah selalu bersentuhan langsung pada sumber pertama. Perdebatan pada kelompok ini cukup melebar sampai memperdebatkan ketahanan dari bawang merah dan putih.
Waktu yang diberikan dosen dua pekan pada praktek kelompok 2 dan 3, memberikan cukup banyak waktu luang untuk memikirkan permainan tradisional yang akan diangkat. Ketika sedang asyik berpikir, tiba-tiba salah seorang teman menghubungi ku menanyakan soal waktu luang saya beberapa hari ini, mengingat besok adalah hari sabtu.
Obrolan yang panjang berakhir dengan meminta bantuan untuk membonceng teman sekelompoknya yang akan ke Sinjai karena kekurangan kendaraan untuk menuju ke sana, teman ini merupakan kelompok yang bertugas pada praktek alat-alat tradisional. Kebetulan sekali Sinjai berbatasan langsung dengan Bone yang merupakan asal saya, rasa rindu yang tertahankan pada kedua orangtua sudah lama ingin rasanya bersua dengan orang tersayang di kampung halaman. Permintaan ini saya iyakan, walaupun dompet sedang tipis, tapi cukuplah untuk menempuh perjalanan pulang.
Jalan yang ku tempuh lebih lama dari biasanya, 7 jam itulah waktu tempuh pada perjalanan ini, biasanya hanya berkisar 4-5 jam, wajarlah mengingat beberapa perempuan ikut dalam rombongan ini, yang belum terbiasa dengan jalan kelok di celah-celah batuan karts di Maros, belum lagi jalan rusak yang tidak kunjung diperbaiki. Sampai di Sinjai pada siang hari, aku langsung pamit ke Bone pada teman-teman yang kelihatan letih dan lesuh. Mengingat mereka juga akan praktek pada hari itu juga yakni pada sore hari. Aku tidak sempat mengajak mereka melihat kampung halaman ku karena waktu yang kami punya hanya satu hari, dan besoknya harus bergegas kembali ke Makassar.
Motor ku pacu dengan kecepatan rata 80 km/jam, membawaku sampai ke rumah dengan estimasi waktu 45 menit. Aku langsung salim pada mama ku, dan menayakan kondisinya serta keberadaan bapak ku yang masih bekerja. Kondisi letih terasa sangat penat, berbincang sejenak dengan mama ku, kemudian aku pamit untuk istirahat. Sore hari baru aku tersadar dari tidur yang panjang. Malamnya aku berkumpul dengan keluarga ku, mereka menayakan mengenai kuliahku, dan maksud kepulanganku.
Aku menjelaskan bahwasanya aku membantu mengantar teman yang praktek di Sinjai. Mereka juga menanyakan soal praktek ku, aku menjawab, aku memilih praktek permainan tradisional, bapak ku menyarankan aku mengangkat permainan tradisional Mallogo‘, jenis permainan yang jarang terdengar di telinga ku, dan aku sendiri belum pernah memainkannya. Bapak ku kemudian menjelaskan aturan dan cara bermainnya, dan membuatkan permainannya yang terbuat dari batok kelapa dan pemukul dari bambu.
Permainan yang menarik, kata bapak ku permainan ini terakhir dimainkan pada generasinya. Sesampainya di Makassar aku langsung menemui teman sekelompok ku untuk memasukkan Mallogo‘ menjadi salah satu permainan yang akan dimainkan. Ada lima permainan yang akan dipraktekkan, yaitu Mallogo‘, Asseng, Kelereng, Permainan Karet, dan Bakiak.
Praktek dilakukan di Pesantren Matahari di kabupaten Maros. Selepas sholat ashar, kami memperkenalkan diri, dan menjelaskan permainan yang kami bawakan. Pembina pesantren kemudian mengarahkan kami dan santri ke tanah lapang untuk melakukan permainan.
Permainan pertama Mallogo‘, aku sendiri yang mempraktekkan permainan ini kepada santri karena kata temanku ide ini berasal dari ku, walaupun pernah saya coba di kampung, ternyata permainan ini cukup sulit untuk dimainkan, mengenai dan menjatuhkan batok-batok kelapa yang tersusun cukup menyulitkan. Aku sendiri gagal mengenai satu pun target, namun, saat santrinya mencobanya salah seorang dari mereka berhasil mengenainya.
#WritingCamp
Praktek terus berlanjut dengan memainkan permainan tradisional yang lain. Kelereng permainan yang cukup familiar sehingga seluruh santri ikut serta, Permainan karet sebagaian besar berpatisipasi, Asseng ada yang menyebutnya permainan benteng, ada pula menamainya hadang. Setelah semua permainan dipraktekkan diakhiri dengan tanding bola, dengan kekalahan dipihak mahasiswa. Aku cukup memaklumi wajar kami hanya banyak berteori.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News