Perjalanan Panjang UHN Sugriwa Jadi Perguruan Tinggi Hindu Negeri Pertama di Indonesia
Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa adalah Perguruan Tinggi Hindu Negeri pertama di Indonesia. Jejak sejarahnya cukup panjang.
Cikal bakal universitas ini bermula pada tahun 1959. Pada masa itu berdiri Pendidikan Guru Agama Hindu Atas Bali Denpasar di bawah naungan Yayasan Dwijendra. Fokus lembaga ini mencetak guru agama Hindu di masa awal kemerdekaan.
Pada 1968, sekolah ini kemudian berubah menjadi Pendidikan Guru Agama Hindu Negeri (PGAHN) Denpasar. Lembaga ini dikhususkan untuk menyiapkan para tenaga pendidik agama Hindu untuk sekolah dasar hingga sekolah menengah.
Akan tetapi, kebijakan pendidikan nasional pada 1990 berubah. Pemerintah memutuskan untuk menghentikan operasional sekolah-sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA), Sekolah Guru Olahraga (SGO), dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Keputusan ini menjadi titik balik bagi perjalanan pendidikan Hindu di Bali.
Pada 1993 didirikan Akademi Pendidikan Guru Agama Hindu Negeri (APGAHN) Denpasar. Pendirian akademi ini disertai dengan mandat baru untuk melahirkan guru berijazah diploma. Akademi ini lahir melalui Keputusan Menteri Agama No. 58 B Tahun 1993 dan diresmikan oleh Menteri Agama Dr. H. Tarmizi Taher. APGAHN Denpasar menjadi fondasi penting bagi pendidikan tinggi Hindu di Indonesia.
Di bawah kepemimpinan Drs. I Gusti Made Ngurah, status akademi berubah menjadi sekolah tinggi. Pada 3 Maret 1999, Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Denpasar lahir melalui Keputusan Presiden RI Nomor 20 Tahun 1999.
STAHN membuka empat jurusan, yakni Pendidikan Agama Hindu, Penerangan Agama Hindu, Hukum Agama Hindu, dan Filsafat Agama Hindu. Lembaga ini kemudian diresmikan pada 10 April 1999 oleh Menteri Agama Prof. Drs. Malik Fajar.
Pada awal 2000-an, di bawah kepemimpinan Dr. I Made Titib, STAHN Denpasar membuka Program Pascasarjana (PPs) dengan konsentrasi Brahma Widya. Langkah ini memperkuat kiprah STAHN dalam pengembangan ilmu dan riset Hindu modern.
Selanjutnya, pada masa Drs. I Gede Rudia Adiputra, M.Ag., cita-cita untuk menaikkan status menjadi institut kembali dicanangkan. Dengan dukungan tokoh Hindu, pemerintah daerah, dan civitas akademika, perjuangan itu berhasil. Melalui Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2004, STAHN resmi bertransformasi menjadi Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar dan diresmikan pada 23 Maret 2005.
Puncak dari perjalanan panjang itu akhirnya tiba pada tahun 2020. Melalui Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2020, IHDN Denpasar resmi bertransformasi menjadi Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Peresmian dilakukan oleh Menteri Agama Jenderal TNI (Purn.) Fachrul Razi pada 20 Desember 2020.
Keputusan ini menjadikan Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar sebagai Perguruan Tinggi Hindu Negeri pertama di Indonesia.
Kenapa I Gusti Bagus Sugriwa?
Nama I Gusti Bagus Sugriwa dipilih menjadi nama perguruan tinggi karena kontribusinya yang cukup besar di Pulau Dewata. I Gusti Bagus Sugriwa, adalah simbol dari keberanian intelektual dan spiritual.
Ia adalah cendekiawan agama Hindu yang berperan penting dalam pembaruan keagamaan di Bali pada abad ke-20. Ia mencoba menafsirkan kembali ajaran-ajaran Hindu agar lebih rasional dan kontekstual, sehingga agama tidak hanya dipahami sebagai ritual.
I Gusti Bagus Sugriwa juga seorang aktivis pendidikan. Ia memperjuangkan hak pendidikan bagi masyarakat Bali. Ia menulis, meneliti, dan mengajarkan sastra Bali Kuno, lontar, serta filsafat Hindu.
Di masa kolonial, I Gusti Bagus Sugriwa dikenal karena kegigihannya melestarikan lontar-lontar kuno, menerjemahkan ajaran Weda ke dalam bahasa yang mudah dipahami
Menamai universitas dengan nama tokoh tersebut adalah bentuk penghormatan terhadap dedikasi dan jasanyaterhadap dunia pendidikan Hindu di Indonesia.
UHN Sugriwa Berfokus pada Kajian Lontar
Salah satu keunikan UHN IGB Sugriwa adalah komitmennya terhadap kajian lontar dan pelestarian naskah-naskah kuno. Menggunakan nama I Gusti Bagus Sugriwa, keberadaan universitas ini diharapkan dapat melanjutkan semangatnya terhadap studi naskah Jawa Kuna dan Bali Kuna.
Hal ini sesuai dengan visinya, “Terdepan dalam Dharma, Berdaya Saing dalam Widya, dan Adaptif dalam Budaya.” Visi tersebut mencerminkan keseimbangan antara nilai spiritual (Dharma), ilmu pengetahuan (Widya), dan adaptasi terhadap perkembangan budaya modern.
Selain menjadi pusat pendidikan agama, kampus ini juga mulai mengembangkan riset dalam ekoteologi, yaitu kajian tentang hubungan antara spiritualitas dan lingkungan hidup. Pendekatan ini menunjukkan bahwa ajaran Hindu tidak berhenti pada ritual keagamaan, tetapi juga mengajarkan keseimbangan manusia dengan alam. Prinsip yang dikenal sebagai Tri Hita Karana, yaitu harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.
Fakultas di UHN Sugriwa
UHN IGB Sugriwa memiliki beberapa fakultas. Ada Fakultas Dharma Acarya, yang fokus pada pendidikan agama dan sastra Hindu; Fakultas Dharma Duta, yang mempelajari komunikasi, penerangan Hindu, dan industri perjalanan spiritual; serta Fakultas Brahma Widya, yang menitikberatkan pada filsafat dan hukum Hindu.
Beberapa program pascasarjana juga tersedia, mulai dari Magister (S2) hingga Doktora (S3), untuk memperdalam studi keagamaan dan kebudayaan Hindu.
Menuju World-Class University
Langkah UHN IGB Sugriwa untuk menjadi universitas kelas dunia tampak dari kiprah akademiknya. Tercatat tujuh dosen kampus ini berhasil meraih beasiswa LPDP, sebuah capaian penting untuk meningkatkan kompetensi akademik di tingkat global.
Selain itu, kampus ini juga sedang mempersiapkan diri menjadi World-Class University, sebagaimana disebutkan dalam berita resmi Kemenag. Upaya tersebut dilakukan dengan memperluas jejaring internasional memperkuat riset, dan membuka ruang bagi mahasiswa asing yang tertarik mempelajari Hindu dan budaya Bali. Ini dibuktikan dengan kerja sama antara UHN IGB Sugriwa dengan UTKAL University, Bhubaneswar, India.
“Kami ingin kerjasama dengan UHN IGB Sugriwa dalam bidang pendidikan, budaya, dan penelitian. Salah satunya melalui program pertukaran mahasiswa program Pascasarjana dan Pascadoktoral serta pertukaran Dosen,” kata Koordinator Pusat Studi Bahasa, Bahan Pustaka dan Budaya, yang juga sebagai perwakilan UTKAL University, Bhubaneswar, India, Subash Chandra Dash, Selasa (11/10/2022), sebagaimana dikutip dari laman Kemenag.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News