Rezekiku, Rezeki Anabul: Kisah Ananda Arief, Pahlawan Kucing dari Rel ke Rel
Setiap harinya, pria 26 tahun ini naik KRL dari Manggarai. Ia melanjutkan perjalannnya dan turun di berbagai stasiun, mulai dari Cikarang hingga Rangkasbitung.
Di setiap perhentian, ia meletakkan makanan dalam wadah plastik, lalu menunggu kucing-kucing liar datang. Kadang, ia menunggu hingga satu jam. Tindakan itu mendapat banyak dukungan, apalagi dari para cat lovers.
“Security stasiun malah bantu mencarikan kucingnya. Saya bawa tiga tas, dua di tangan, satu di punggung. Lama-lama berat juga. Akhirnya saya bawa troli,” tuturnya dalam wawancara dengan Channel News Asia (CNA, 2024).
Ia adalah Ananda Arief, pemilik toko pakan hewan yang rutin memberi makan kucing liar di 84 stasiun Jabodetabek. Untuk memulai perjalanannya, Manggarai jadi titik awal. Dari sana ia menaiki KRL, lalu turun di berbagai stasiun, dari Cikarang hingga Rangkasbitung.
Dalam dua minggu, terhitung ia mampu menelusuri 84 stasiun. Hal itu sempat membuat tubuhnya tumbang. Di hari ketiga kegiatannya itu, ia jatuh sakit hingga divonis tipus karena kelelahan. Tapi begitu sembuh, ia kembali lagi ke rel-rel itu.
Cantiknya Kucing Odd Eyes, Anabul dengan Dua Warna Mata yang Berbeda
Dari Manggarai ke Media Sosial
Apa yang dilakukan Nanda tidak hanya berhenti di peron. Ia merekam seluruh perjalanannya dan mengunggahnya di Instagram dan TikTok. Tujuanny adalah agar tindakannya bisa menginspirasi banyak orang. Videonya viral, disukai ratusan ribu orang.
Warganet menyebutnya “pahlawan kucing”, meski ia sendiri enggan disebut demikian.
Dalam aksinya memberi makan kucing, Nanda memiliki titik perhentian sendiri. Ia kerap meninggalkan wadah makanan kucing di titik tersebut. Tidak jarang, saat Nanda akan mengisi ulang makanan, wadah tersebut telah terisi.
“Mungkin karena video konten saya viral, maka para cat lover secara spontan berinisiatif mengisi wadahnya. Saat saya mengecek ke lokasi, sudah diisi,” katanya.
Rezekiku, Rezeki Anabul
Tindakan Nanda merupakan bentuk dari rasa terima kasih, katanya. Ia bercerita bahwa dirinya sempat dua kali gagal masuk TNI pada 2017 dan 2018. Di tengah masa menunggu, ia iseng menjual pakan dan aksesori hewan secara daring. Bisnis kecil itu ternyata tumbuh pesat.
Kini ia memiliki toko bernama Sweet Official Shop di Jakarta Timur dan membuka pabrik kandang kucing di Sukabumi. Ia menganggap, keberhasilannya ini secara tidak langsung ada sangkut pautnya dengan kucing.
“Aku bisa hidup tujuh tahun karena kucing dan anjing. Bisa kuliah, punya karyawan, bisa menghidupi banyak orang,” ujarnya.
Bagi Nanda, memberi makan kucing liar juga bentuk terima kasih.
“Di dalam rezeki aku, ada rezeki mereka juga,” katanya.
Hingga kini, ia telah mengeluarkan dana pribadi sekitar Rp10 juta untuk kegiatan ini. Semua tanpa sponsor.
“Tapi uang itu tidak sebanding dengan kepuasan yang aku rasakan,” ujarnya lagi.
Kucing Liar dan Bayang-bayang Kota
Menurut Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, jumlah kucing liar di ibu kota mencapai 754 ribu ekor. Sebagian besar hidup tanpa rumah, mengandalkan sisa makanan atau belas kasih manusia.
Kucing liar bukan soal hewan terlantar. Dalam pandangan ekolog, keberadaan dan populasi kucing bisa memengaruhi keseimbangan ekosistem. Kucing juga berpotensi menularkan penyakit zoonosis seperti toksoplasmosis.
Oleh karena itu, pemerintah sempat mnjalankan program sterilisasi gratis. Ini adalah tindakan medis untuk menghentikan kemampuan reproduksi hewan agar populasinya terkendali.
Nanda mendukung program itu, tetapi menurutnya perlu kebijakan yang lebih luas.
“Turki bisa jadi contoh. Pemerintahnya menyediakan wadah makanan, bahkan fasilitas kesehatan untuk hewan liar. Saya pengin Indonesia bisa seperti itu,” katanya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News