Oleh : Nadhif Rafiandra
Mapala Universitas Gadjah Mada (Mapagama)
Wartapalaindonesia.com, PERSPEKTIF – Mapala, atau Mahasiswa Pencinta Alam, merupakan organisasi yang telah lama dikenal di kalangan mahasiswa Indonesia. Sebagai wadah bagi mahasiswa yang tertarik pada kegiatan alam, seperti mendaki gunung dan menjelajahi alam bebas, Mapala memiliki sejarah panjang dalam membentuk karakter generasi muda. Namun, dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi, muncul pertanyaan yang lebih mendasar: apakah Mapala masih relevan? Atau, lebih tepatnya, kenapa Mapala harus tetap eksis?
Berbicara tentang eksistensi organisasi ini di masa sekarang, pertanyaannya bukan lagi sekadar apakah Mapala masih ada, melainkan apakah keberadaannya masih diperlukan. Di tengah era modern di mana akses ke alam semakin mudah didapatkan, apa yang membuat Mapala berbeda dan tetap relevan di mata generasi muda?
Nilai Unik yang Ditawarkan Mapala
Secara umum, banyak orang menganggap bahwa bergabung dengan Mapala hanya sekadar untuk naik gunung atau melakukan kegiatan rekreasi di alam. Namun, jika dilihat lebih dalam, Mapala menawarkan lebih dari sekadar petualangan fisik. Dalam organisasi ini, anggota diajarkan banyak hal, mulai dari keterampilan teknis dalam kegiatan outdoor hingga bagaimana bekerja sama, merencanakan ekspedisi, dan bahkan mengambil peran kepemimpinan dalam menghadapi tantangan alam.
Sebagaimana dinyatakan dalam Kode Etik Pencinta Alam Indonesia, “Pencinta alam Indonesia sadar bahwa alam dan isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa; Pencinta alam Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawabnya terhadap Tuhan, bangsa, dan tanah air.” Ini menunjukkan bahwa Mapala tidak hanya berfokus pada kegiatan fisik tetapi juga pada tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Namun, penting untuk dicermati apakah keterampilan ini masih menjadi daya tarik utama bagi generasi muda. Apakah pengalaman mendaki gunung bersama Mapala masih memiliki makna yang berbeda dibandingkan dengan sekadar mengikuti tur gunung yang kini tersedia di banyak tempat?
Eksistensi : Gaya Hidup atau Organisasi
Pertanyaan yang jarang tercuat adalah: Apakah eksistensi Mapala berarti menjaga eksistensi basis komunitas pencinta alam itu sendiri atau mempertahankan keberadaan manusia dengan jiwa dan karakter yang mencintai alam? Mencintai alam adalah sebuah kewajiban, dan siapa saja bisa melakukannya tanpa perlu bergabung dalam organisasi. Tidak bisa dipungkiri, dengan kemajuan aspek pendidikan dan teknologi, bentuk kegiatan dalam kontribusi melestarikan lingkungan telah digaungkan untuk menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern.
Namun, di sisi lain, ada mereka yang berpendapat bahwa organisasi seperti Mapala masih penting. Bukan hanya sebagai tempat untuk beraktivitas di alam tetapi juga sebagai wadah untuk membentuk karakter dan menanamkan nilai-nilai pelestarian alam yang lebih mendalam. Salah satunya visi Mapagama yang menyatakan bahwa mereka ingin “mencetak anggota Mapagama yang berkarakter unggul, berjiwa pemimpin, dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan melalui kegiatan petualangan”.
Jadi, jika yang ingin dipertahankan adalah nilai dan misi organisasi, regenerasi dan adaptasi menjadi kunci untuk menjaga eksistensi Mapala.
Tantangan Regenerasi di Mapala
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh Mapala adalah regenerasi. Setiap tahun, organisasi ini harus memastikan adanya anggota baru yang siap melanjutkan tradisi dan visi misi organisasi. Namun, regenerasi bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan secara otomatis. Dalam konteks modern, apakah tujuan dari regenerasi ini masih relevan? Apakah regenerasi dilakukan hanya untuk menjaga keberadaan organisasi ataukah ada tujuan yang lebih besar yang ingin dicapai?
Di masa lalu, Mapala mungkin berdiri sebagai wadah untuk pergerakan yang lebih luas. Namun, dengan semakin banyaknya lembaga dan kementerian yang bergerak dalam bidang lingkungan, apakah tujuan itu masih bisa menjadi landasan regenerasi? Organisasi ini perlu menyesuaikan tujuannya dengan kondisi saat ini.
Apakah Mapala Masih Dutuhkan?
Banyak kegiatan yang dahulu eksklusif dilakukan Mapala kini sudah dikelola berbagai lembaga pemerintah dan LSM. Penanaman pohon hingga kampanye pelestarian lingkungan kini bukan lagi hanya tugas komunitas kecil tetapi juga menjadi bagian dari program nasional dan internasional. Namun, di sinilah letak keunikan Mapala. Sebagai organisasi berbasis aksi langsung dan gotong-royong, Mapala memiliki fleksibilitas yang tidak dimiliki oleh lembaga besar.
Sebagai contoh, ketika kegiatan pelestarian lingkungan seringkali tergantung pada anggaran tahunan pemerintah atau proyek LSM, Mapala mampu melakukan kegiatan kapan saja dengan skala kecil namun signifikan. Dalam hal ini, Mapala tetap memiliki tempat dan peran penting dalam merangkul masyarakat melalui aksi nyata.
Namun, peran ini tidak cukup untuk mempertahankan eksistensi organisasi jika tidak ada penyesuaian terhadap perkembangan zaman. Mapala perlu menemukan cara untuk tetap menarik dan relevan bagi generasi muda yang mungkin lebih tertarik pada pengalaman instan dan mudah diakses.
Kesimpulan
Pertanyaan awal tentang apakah Mapala harus tetap eksis harus dijawab dengan meninjau beberapa variabel. Kita perlu mempertimbangkan apakah yang ingin dipertahankan adalah keberadaan orang-orang yang mencintai alam itu sendiri, basis komunitas pencinta alam itu sendiri, atau bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Mapala.
Jika meninjau dari berbagai kemungkinan yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa basis komunitas pencinta alam secara formal mungkin tidak lagi diperlukan mengingat kewajiban menjaga kelestarian lingkungan kini mulai menjadi kesadaran dari banyak orang. Variabel pelestarian alam saat ini dapat melalui kebijakan oleh pemerintah maupun gerakan lembaga non-pemerintah di bidang lingkungan dan dieksekusi bersama oleh seluruh lapisan masyarakat.
Perihal kegiatan berbasis petualangan dan olahraga alam yang merupakan ciri khas Mapala masih bisa tetap dilanjutkan dan dikembangkan melalui komunitas baru yang lebih berfokus pada kegiatan olahraga alam bebas. Ini memberikan kesempatan bagi Mapala untuk berevolusi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Namun, kesimpulan ini tentunya membutuhkan kesadaran dari seluruh lapisan masyarakat untuk tetap melestarikan lingkungan secara bersama-sama serta program-program pemerintah yang benar-benar berjalan sesuai dengan tujuan pelestarian lingkungan. Dengan demikian, Mapala meskipun mungkin berubah bentuk masih bisa relevan asalkan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat modern. Pada akhirnya jawaban dari isu eksistensi “Pencinta Alam” akan kembali pada tujuan individu maupun basis komunitas Pencinta Alam. (nr).
Foto || Nadhif Rafiandra
Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)